Jangan sekali-kali melupakan sejarah
-Ir. Soekarno, Presiden Pertama RI
SINAIOnline- Ungkapan populer presiden pertama Republik Indonesia ini perlu kita renungkan lagi untuk memahami apa yang sekarang terjadi di Mesir. Berikut adalah sejarah panjang kekuatan militer di bumi Mesir yang kami ambilkan dari kultwit seorang pengamat politik Timur Tengah, Kaisar El Rema.
Hingga sekarang, demonstran masih dikepung aparat di masjid Fath.
Berita aparat membebaskan demonstran yang dinukil Guntur Romli, dikutip dari Masr Youm. Media milik oligar konglomerat hitam. Bohong.
Beberapa demonstran yang terkepung itu gugur akibat gas air mata yang ditembakkan aparat ke dalam masjid. Ingat Holocaust ?
Ada dua kekuatan besar di Mesir : Militer yang menguasai negara dan Islamis yang menguasai sipil. Keduanya diadu ? Siapa paling diuntungkan ?
Kekuatan ketiga tidak terlalu besar. Tapi mereka menguasai media. Yaitu liberalis.
Memahami tidak memiliki kekuatan dalam negara dan masyarakat sipil, dengan media kaum liberalis mengadu 2 kekuatan besar : militer dan IM.
Ini yang terjadi pasca revolusi 25 Januari. Mereka juga membagi kekuatan politik menjadi 2 : Islamis dan Sipil.
Dengan polarisasi yang dibuat kaum liberalis ini, maka siapapun yang bukan Islamis harus masuk kubu 'Sipil' yang sejatinya sekuleris-liberal
Polarisasi itu turut mempertajam perseteruan agama : antara Islam dan Koptik.
Ini di dalam negeri. Untuk regional dan internasional, Anda bisa lihat siapa negara tetangga Mesir dan pola pemerintahannya.
Regional dan internasional yg khawatir Mesir tumbuh dan besar (ingat ini negara terbesar di Tim-Teng) turut mengadu Islamis dan militer.
Inilah yang dimaksudkan Mursi dalam pidato terkahirnya : "Jangan anarkis. Jangan serang polisi dan militer. Mereka benteng terakhir."
Permasalahannya militer Mesir memiliki kontak khusus dengan dunia luar yang tidak diketahui oleh presiden, bahkan Mubarak sekalipun.
Bantuan-bantuan khusus yang diberikan untuk militer dari dunia luar membuat loyalitas militer kepada negara dan demokrasi tidak sepenuh hati
Belum lagi sejarah panjang militer dari kekuasaan ke kekuasaan lewat penggulingan dan kudeta.
Raja Faruq digulingkan oleh Jend Muhammad Naguib. Tak berlangsung lama, jenderal ini dikudeta oleh bawahannya : Nasher.
Menurut Husain Haikal, Nasher meninggal disebabkan kopi beracun yang diseduh oleh wakilnya, Sadat.
Sadat ditembak saat parade militer. Wakilnya Jend Husni Mubarak menggantikan. Setelah 3 dekade dia digulingkan rakyat lewat 25 Januari.
Jadi selama 60 tahun, dimulai dari Naguib sampai Mubarak, itu sejarah kelam kekuasaan militer. Setiap kekuasaan tidak berlangsung smp akhir.
Semua rangkaian cerita itu membuat Mubarak : 1) Tidak mengangkat wapres. 2) Membiarkan militer semakin lemah.
Mubarak melemahkan militer dengan tidak memperbaharui alat-alat perang Mesir. Di samping adanya jaminan Camp David.
Camp David mengharuskan militer Mesir tidak berjaga-jaga di daerah perbatasan wilayah Mesir dan Israel.
Camp David membuat Mesir tidak perlu memperkuat militernya. Sebab merasa tidak pernah ada ancaman dari luar.
Jika tidak ada ancaman dari luar, lantas apa yang dilakukan Mubarak? Dia memperkuat dalam negeri lewat State Security (SS)
SS ini tugasnya lebih banyak membui tapol dari pada kriminal. Selama 30 tahun itu doktrin yang ditanam ke kepala SS : Tapol musuh & ancaman.
Salah satu pemicu revolusi 25 Januari adl terbunuhnya pemuda Khalid Said yang mencoba mengbongkar kasus di korp kepolisian.
Sebab itu, pasca revolusi tuntutan rakyat paling utama pembersihan SS. Namanya diganti Nasional Security dan bbrp wewenangnya dikendalikan.
Tapi doktrin 30 tahun SS tidak hilang begitu saja dengan berubahnya nama menjadi NS. Jendral jendral bermasalah dipecat. Tapi mereka juga membangkang
Pembangkangan itu berupa : aparat tidak memberikan jaminan keamanan kepada masyarakat.
Ingat, SS juga memelihara preman-preman yang bisa dimainkan sekali pencet tombol. Mereka diaktifkan SS pasca revolusi.
Jadi agaknya itu yang menjelaskan mengapa prajurit dan aparat begitu bengis menghadapi demonstran : sejarah militer dan SS.
Sekarang muncul opsi untuk mendinginkan suasana demonstran harus dihentikan. Bagaimana?
Kedua belah pihak, baik pendukung maupun penentang kudeta, memiliki persepsi yang nyaris sama : Menhan ingin dinobatkan sbg Nasher baru.
Dan Nasher memiliki sejarah hitam soal demonstrasi.
Pasca Nasher menggulingkan Naguib, rakyat Mesir turun ke jalan-jalan menuntut militer kembali ke barak.
Nasher memanggil Abdul Qadir Audah, salah satu petinggi IM di zamannya. Kata Nasher : "Suruh rakyat itu pulang. Kami akan ke barak."
Tapi apa yang terjadi setelah rakyat menghentikan demonstrasi dan pulang ke rumah? Puluhan ribu masuk bui dan Audah digantung.
Lagi-lagi sejarah. Pengalaman inilah yang membuat demonstran terus maju pantang mundur.
Menurut demonstran, ketika kudeta dibedaki dengan aksi massa 30 Juni, maka solusinya rakyat anti-kudeta harus turun ke jalan-jalan.
Kekuatan jalanan harus dilawan dengan kekuatan jalanan. Dan memang, sudah 2 kali Menhan meminta rakyat Mesir turun untuk memberi otoritas.
Pertama, pada 3 Juli. Menhan mengatakan : kudeta atas Mursi didasarkan pada rakyat ke luar di jalan-jalan.
Kedua, saat Menhan meminta otoritas rakyat utk memerangi 'teroris'. Padahal negara tidak butuh otoritas rakyat untuk menghentikan aksi teror
Maka bagaimana akhir dari krisis Mesir ini? Tidak ada yang tahu. Mesir mengalami kebuntuan sekaligus ketidak-percayaan menjalar kemana-mana.
Rakyat tidak percaya kepada Barat yang disinyalir turun mendukung kudeta.
Al-Azhar yang biasanya mampu menjadi tempat rekonsiliasi, kini terlibat politik dan termasuk bagian yang mengumumkan road map kudeta.
Hanya saja menurut saya, demokrasi dan konstitusi adalah jalan aman untuk menyelesaikan konflik. Maka, kembalikan legitimasi rakyat.
Yang menyerukan agar kedua belah pihak memilih jalan win-win solution, menurut saya, tidak memahami akar sejarah dan masalah Mesir #END
Kaisar el Rema
Redaktur: Harun Ar
Sumber :
http://www.sinaimesir.net/2013/08/membaca-sejarah-panjang-kekuasaan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar