Berhati-hatilah Agar Militansi
Tetap Terjaga
Berhati-hati
itu mesti. Untuk mencari selamat maupun menghindari ancaman bahaya. Hati-hati
tetap perlu, meski pekerjaan yang kita kerjakan itu kecil, atau bahaya yan
terlihat sepele. Bukankah ratusan orang – orang perkasa tewas di gigit nyamuk
demam berdarah ? bukankah banyak bangunan kokoh roboh digerogoti rayap rayap
kecil .
Begitu
pila menjaga militansi beragama, serta menjaga vitalitas kerja da’wah. Hati
hati salah satu kuncinya. Boleh jadi setiap hari kita punya pekerjaan tetap.
Saat itu kehati-hatian sebaiknya lebih ditingkatkan. Sebab pekerjaan tetap
artinya hampir sebagian besar usia kita terpakai untuk berinteraksi dengan
pekerjaan itu. Beberapa pekerjaan tertentu membutuhkan perhatian dan kehati-hatian lebih. Karena peluangnya untuk
merusak militansi memang lebih dari pada yang lain. Ada lima pekerjaan yang
harus diwaspadai :
1. Pekerjaan
yang berhubungan dengan uang.
Saat
ini, banyak sekali jenis pekerjaan yang berhubungan dengan uang. Sebagai
bendahara sebuah organisasi, menjadi bagian keuangan di perusahaan, sebagai
pedagang yang mengatur mana uang setoran mana uang untungnya, dan masih banyak
lagi contoh lainnya.
Seorang
muslim yang terlibat dengan uang, seharusnya selalu berhati-hati. Sebab, sering
terjadi, uang yang diamatinya menjadi virus bagi militansi beragamnya, atau
menggoncang vasilitas kerja da’wahnya. Bahkan, tak sedikit ia jadi awal bencana
hidupnya. Apalagi bila jumlah uang itu besar. Korupsi dari kelas teri sampai
keas kakap sama saja hukumnya, haram. Karenanya, setiap muslim yang banyak
berurusan dengan uang harus lebih serius menjaga militansinya, menjaga
integritas moralnya, serta sering berdo’a,”ya
Allah,jangan engkau jadikan musibah kami adalah dalam urusan agama kami. Dan,
jangan engkau jadikan dunia sebagai kemauan utama kami.”
2.
Pekerjaan yang
melahirkan popularitas
Ada
pekerjaan tertentu yang membuat orang menjadi terkenal,
dikagumi,disenangi,dipuja, dan disanjung. Pekerjaan dimaksud bisa jenisnya
halal bisa juga haram. Yang, haram tentu sudah kita kubur dan kita buang jauh
dari hati kita. Menjadi tokoh masyarakat, tokoh politik, menjadi terkenal
lantaran prestasi dan pengabdian, terkenal lantaran kekayaan, terkenal lantaran
kesuksesannya, seorang anak muda yang sukuses membangun kekuatan ekonomi
mandiri, seorang anak kecil yang kepintarannya jauh melampaui usianya, seorang
intelektual yang gagasannya brilian sering di publikasikan, adalah contoh
sumber popularitas.
Popularitas
kadang dekat dengan riya’. Dan, riya’ merupakan adik kecil dari tekabbur. Bila
riya’ di pelihara, ia akan tumbuh menjadi takabbur. Dan, takabbur bisa
mengantarkan kepada syirik. Bukankah iblis dilaknat lantaran takabburnya?
Karenanya,
siapa yang berurusan dengan popuaritas harus selalu berdo’a agar popularitasnya
tak sampai merusak militansi agamanya,
apalagi mengahancurkan ‘karir’ da’wahnya. Untuk menghindari riya’ Rasulullah
mengajarkan do’a, “Ya Allah,
akuberlindung kepadamu dari menyekutukan Engkau dengan sesuatu yang aku tahu,
dan aku mohon ampun atas yang tidak aku tahu. “ (HT.Ahmad dan Thabaran
3.
Pekerjaan yang
suasananya ikhtilat.
Budaya
masyarakat kita tak semuanya islami. Termasuk dalam bekerja, banyak kaum
muslimin yang suasana kerjanya bercampur
baur antara lelaki dan perempuan(ikhtilat). Seorang dokter ytang
melayani bermacam pasien, seorang guru yang mengajar siswa dan siswi, seorang
dosen yang menguliahi mahasiswa dan mahasiswi, seorang da’i yang obyek
da’wahnya wanita, bagian pembinaan putra dalam sebuah organisasi isam yang
hampir seiap hari harus rapat dengan bagian pembinaan wanita, seorang pelatih
olahraga, seorang direktur yang puna sekretaris perempuan, adalah sebagai
contohnya.
Memang, para penganut faminisme sekuler
menolak bila wanita di katakan fitnah. Tapi menolak atau tidak menolak itu tak
penting bagi kita. Apalagi Rasul Muhammad SAW menegaskan, “berhati-hati lah kalian pada dunia dan terhadap wanita. Karena
sesungguhnya, bencana Bani Israil itu mulanya pada soal wanita.”
(HR.Muslim). yang lebih penting adalah setiap muslim, baik laki-laki dan
perempuan harus menjaga pandangan, tidak bermain api, terus berusaha mengubah budaya jahiliyah yang ada dengan budaya islam, serta banyak berdo’a
agar militansinya tak hancur. “Ya Allah
karuniailah pada jiwa kami kesuciannya. Dan sucikanlah jiwa kami itu, karena
engkaulah sebaik-baik yang menucikannya”.
Jabatan
termasuk wilayah rawan bagi militansi beragama. Di satu sisi, seorang yang
punya jabatan memiliki otoritas tertentu untuk mengurus siapa yang dipimpinnya.
Namun di sisi lain orang-orang yang dipimpinnya juga punya hak-hak yang
terpenuhi tidaknya kadang tergantung otoritas pejabat dimaksud. Disinilah letak
beratnya jabatan. Sebab, tidak mudah menunaikan hak orang, apalagi bila jumlah
orang tersebut banyak. Sebab itu mengapa banyak pejabat rusak. Tak sedikit juga
orang militansi beragamanya, atau
kinerja da’wahnya melorot tajam setelah miliki jabatan.
Maka
seberapa tinggi atau rendahnya jabatan, tetap saja harus di waspadai. Menjadi
presiden,menteri,direktur,kepala bagian,pimpinan pesantren,ketua RT,ketua
Ta’mir masjid,ketua kelas ataupun jabatan itu, semuaberpeluang menjadi fitnah.
Karenanya dalam tradisi ajaran islam, kita dilarang meminta jabatan. Sebab,
seperti ditegaskan Rasulullah, banyak jabatan yang nantinya di akhirat hanya
akan menjadi penyesalan dan kerugian. Namun, jika jabatan itu harus di ambil,
seorang muslim harus banyak memohon keteguhan kepada Allah, “Ya Rabb kami, tuangakanlah kesabaran atas
diri kami, dan kokohkanlah pendirikan
kami, dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir. “ (QS.Al-Baqarah:250)
5.
Pekerjaan yang
terlalu banyak subhatnya
Kadang,
seorang muslim sangat terpaksa bekerja di tempat yang penuh dengan subhat.
Seperti bekerja di tempat-tempat yang tidak seratus persen halal tapi juga
tidak seratus persen haram. Adapun pekerjaan yang seratus persen haram, tak ada
jalan lain, harus ditinggalkan, apapun risikonya.
Bagi
mereka yang bekerja di tempat-tempat syubhat, harus lebih berhati-hati dan
serius menjaga militansi beragamanya. Sebab, godaan di tempat itu jadi lebih
berat dari godaan di tempat lain. Dengan terus berusaha mencari tempat bekerja
yang lebih bersih, ia tak boleh lupa berdo’a kepada Allah, agar mendapat rezeki
yang halal dan baik. “ Ya Allah cukupkan
kami dengan yang Engkau halalkan dari
yang Engkau haramkan. Dan ketaatan pada-Mu dari berma’siat kepada-Mu. “
Tidak ada komentar:
Posting Komentar