Kamis, 19 Januari 2012

Inilah Jalanku



Di atas minbar salah satu rumah Allah di daratan India, seorang lelaki tua dengan sorot mata tajam membelakangi arah kiblat,menghadap jama’ah shalat jum’at yang khusuk mendengarkan khutbahnya. Suaranya yang tegas, kadang lantang menantang, kadang perlahan membuat dada bergetar dan kepala tertunduk.
           Saat itulah ia mengeluarkan gundah gulananya, mengeluhkan kondisi India yang semakin parah. Tak terhitung jumlah dan jenis kemaksiatan yang dipertontonkan para pelakunya. Pandangan yang sangat jauh sekali dari tuntunan Ilahi berserakan dimana-mana.
          Hatinya pilu. Dengan lirih ia melambungkan tanda tanya. Belum lahirkah di tanah ini seorang pemuda yang akan meneruskan perjuangan da’wahnya, padahal ia sudah renta dan ajal sudah tersenyum duduk menantinya.
          Lelaki tua itu berkali-kali  mengatakan, betapa ia sangat berharap munculnya  pemuda yang peduli akan kondisi umatnya, mengajak mereka kepangkuan syariat Islam dan menegakkan kalimat Allah di muka bumi.
          Di antara jama’ah yang mendengarkan nasihat itu, nampak sepasang mata bugar tak berkedip memandang lelaki tua itu. Telinganya tajam menyimak keluhan hati sang Syaikh. Ia begitu terkesima.
          Seusai shalat jum’at, ketika satu persatu  jama’ah pulang ke tempat masing-masing, pemuda itu menghampiri sang Syaikh. Dengan penuh rasa ta’dzim ia berkata mantap,”Ya Syaikh, sayalah pemuda itu!”
          Ikrar diri yang digaungkan pemuda itu tidak main-main. Seketika sesudahnya, pemuda itu mengurung diri di dalam perpustakaan selama lima tahun. Ia kumpulkan bekal sebanyak-banyaknya. Waktu demi waktu tak ada yang ia biarkan  lepas sia – sia.
          Akhirnya sejarahlah yang mencatatnya. Allah tidak menyianyiakan jerih payah hambanya. Pemuda itu di kemudian hari berhasil mendirikan gerakan Islam yang sangat di perhitungkan. Siapakah pemuda itu ? Dialah  Abul A’la Al Maududi, pendiri Jamaat Islami. Remaja yang ketika berusia 15 tahun telah mengantungi segenap  makna azam. Hanya dengan kalimat singkat yang ia ikrarkan kepada sesepuhnya:”Akulah pemuda itu”. Ia telah berikrar. Ia benarkan pula ikrar itu. Ia telah membuktikan kata katanya, hingga menjadi seorang mujahiddid dan mujahid da’wah sampai ketika senja menjemput usianya.
          Kisah Al Maududi adalah sejarah tentang keteguhan (tsabat ). Tsabat lahir dari rasa yakin  akan kebenaran jalan yang dipilih. Ia lahir dalam diri seseorang setelah ia memutuskan  kemana arah hidupnya. Apa jalan yang akan dan harus ia tempuh  sampai akhir hayatnya ? kemudian ia berpuas diri dengan pilihan dan keputusannya. Tidak berpaling selama perjalanannya meski banyak yang memanggil dan merayunya untuk berpaling.
          Banyak sekali godaan yang dapat memalingkan keteguhan seorang muslim dari jalan yang dipilih dan di belanya :
          Pertama, godaan materi. Banyak orang yang menyingkir dari jalan yang sudah diyakininya, lantaran tak kuasa menahan tarikan-tarikan materialis. Tak sedikit para penyeru kebaikan yang semula ingin menekuni jalur ekonomi, misalnya, akhirnya justru terseret arus materialis yang luar biasa. Kesibukannya berurusan dengan rekan bisnis menjadikan ia tak punya waktu lagi untuk berinteraksi dengan sesama pejuang da’wah. Akhirnya,pintu-pintu syaitan perlahan-lahan memanggilnya. Hingga sang penyeru kebaikan itu menjauhi lingkungan orang-orang yang menyeru Rabbnya siang dan malam. Mudah-mudahan Allah melindungi kita dari keadaan seperti itu.
          Kedua, perbedaan cara pandang. Goyahnya keteguhan bisa pula bermula dari perbedaan cara pandang.dalam sebuah komunitas, organisasi, atau jama’ah da’wah misalnya, perbedaan sebenarnya hal yang biasa. Tapi hal yang buruk bila salah satu bersikeras memaksakan pendapatnya. Bahkan kadang sampai melawan konsensus bersama (syura). Saat itulah, sapuan-sapuan angin syaitan mulai berhembus. Melahirkan rasa saling tidak percaya. Tidak itu saja, ketidakpercayaan itu juga merembet dilemparkan ke organisasi, komunitas, atau jama’ah tersebut. Cap-cap buruk bermunculan: ” Tidak mengerti  realita, tidak tanggap mengatasi situasi yang berkembang  cepat,” dan berbagai cap emosional lainya.
          Dalam kunjungan ke Indonesia beberapa waktu lalu, Dr.Yusuf Al-Qordhowi, selepas shalat jum’at mengingatkan kaum muslimin Indonesia tentang pentingnya teguh bersama jama’ah da’wah. Ia menyintir sabda Rasulullah, yang artinya,”Tangan Allah bersama jama’ah, barang siapa yang mengasingkan diri maka ia mengasingkan diri menuju neraka.”
          Ketiga, bergaul dengan orang-orang fasik. Keteguhan bisa runtuh karena pengaruh orang – orang yang salah orientasi. Orang fasik orientasi hidupnya sekedar kepuasan hawa nafsu. Maka, banyak berinteraksi dengan orang-orang seperti itu sangat berbahaya. Memang, orang-orang fasik itu tetap harus diajak dalam kebaikan. Tetapi, berinteraksi dengan mereka harus diimbangi dengan kualitas dan kuantitas interaksi dengan saudara seiman. Agar ada suplai energi keimanan dan nasihat yang bisa diambil untuk menjaga imunitas.
          Bila suatu hari kita merasakan kelabilan berpijak, tak ada kekokohan hati, terombang ambing oleh permasalahn pribadi, ambillah waktu sejenak untuk merenung. Sudahkah kita menetapkan pilihan arah hidup? Sudahkah kita mengikrarkan  dengan sungguh-sungguh : mana jalan yang kita tempuh? Apakah jalan itu jalan perjuangan yang mendaki dan penuh onak duri? Ataukah jiwa kita lebih memilih jalan biasa saja, yang sudah di tempuh kebanyakan orang. Jalan yang tidak memerlukan jerih payah?
          Ataukah kita belum pernah merenung, untuk berani memutuskan jalan apa yang akan kita tempuh sampai akhir hayat ini ? Ataukah kita biarkan hidup kita mengalir seperti air sungai, tak peduli kemana mengalir dan apa yang turut terbawa mengalir ?
           Pilihan arah itulah yang akan menjadikan seluruh aktifitas hidup kita bermuara pada satu tujuan. Saat itulah kita akan menemukan diri kita yang sesungguhnya. Seperti ketika Abul A’la Al-Maududi menentukan jalan hidupnya. Begitupun, keteguhan laksana pohon yang harus terus di dipupuk dan diairi. Salah satunya dengan do’a tulus ke hadirat Allah. Karena Dialah yang Berkuasa mengubah detak-detak hati manusia. Rasulullah SAW mengajarkan do’a itu,” Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hatiku di atas agama-Mu.”        
          Sebelum menjadi orang-orang besar, sejarah terlebih dahulu mencatat kebesaran jiwa orang-orang itu. Semangat yang besar, kesabaran yang besar, pengorbanan yang besar, juga ketulusan yang besar. Dengan kebesaran itu, tidak saja seorang muslim bisa meraih prestasi  pribadinya, tapi juga sumbangsihnya bagi maslahat umat manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts