Kudeta atas Dr. Muhammad Mursi, presiden sipil Mesir pertama yang terpilih secara sah lewat jalur demokrasi, menjadi topik ter hangat di berbagai media hari ini. Sebuah kenyataan dan kejutan besar bagi perpolitikan Mesir karena perubahan yang begitu cepat. Kudeta tersebut terjadi hanya dalam tempo 48 jam sejak pesan ultimatum Dewan Militer untuk menyelesaikan huru-hara politik yang terjadi di jalanan Mesir.
Tak ada yang mengira akhirnya Dewan Militer yang sebelumnya dilantik oleh Mursi menjadi bumerang yang mendepaknya dari kursi kepresidenan. Bahkan sebelumnya tidak tercium bau ‘konflik’ antara kepresidenan dan militer. Beberapa saat setelah pernyataan dewan militer (1/7), Menteri Pertahanan Jendral Al Sisi, Presiden Mursi dan PM Hisham Kandil masih sempat bertemu dan diskusi.
Ada apa antara Mursi dan Al Sisi serta hubungannya dengan kudeta bernuansa ‘pengkhianatan’ ini ?
Mari sedikit kita urai apa yang terjadi pra, ketika dan pasca 30 Juni.
Sebelum 30 Juni, pendukung Mursi menggelar demonstrasi 2 kali di alun-alun masjid Rabah el Adaweyah, tanggal 21 dan 28 Juni, sebagai respon aksi kekerasan oposisi ‘Tamarrud’ beberapa waktu terakhir. Jumlah demonstran banyak luar biasa. Pendukung Mursi hendak menyewa helikopter untuk men-shoot jumlah massa. Tapi gagal sebab tepat di sebelah masjid Rabah Adaweyah adalah camp militer, yang selalu menjadi tempat terlarang untuk di-shoot.
Jauh sebelum 30 Juni kabar oposisi akan mengepung istana Ettihadiyah santer terdengar. Sebelumnya juga sudah pernah dilakukan. Maka pendukung Mursi dari Jamaah Islamiyah berupaya menduduki Istana Ettihadiyah agar tidak diserobot oposisi. Hanya saja jawaban militer ketika itu, ” Biarlah kami yang menjaga Ettihadiyah. Sebab jika Anda juga ke sana, saya tidak bisa mengambil tindakan atas mereka (oposisi).
Namun apa yang terjadi ? Militer justru bekerja sama dengan sutradara Mesir men-shoot massa oposisi di Tahrir lewat helikopter. Hasil rekaman dibagi-bagikan kepada stasiun TV yang didanai pengusaha gelap yang pernah disebut Mursi dalam pidatonya.
Bukan menjaga Ettihadiyah, militer bersama aparat keamanan ‘mengamankan’ pendukung Mursi dan membakar kantor partai Al Hirriyah wa Al Adalah (FJP), Partai An-Nur & Partai Al-Wasath.
Harus diakui 30 Juni adalah demonstrasi terbesar setelah Mursi menjabat sebagai presiden. Sebelumnya, gerakan menggulingkan Mursi selalu gagal. Pada 20 Agustus 2012 Mursi sudah coba digulingkan oleh Abu Hamid, antek Mubarak. Namun gagal, sebab tidak mendapat respon rakyat. 30 Juni menjadi titik akumulasi kemarahan rakyat, oposisi, antek mubarak dan faktor agama (ideologis), semua menjadi satu.
Pers sangat berperan dalam membakar kemarahan rakyat. Pagi, siang, sore hingga malam awak media menyiram ‘bensin’ atas ketidak-puasan kerja pemerintah. Sebetulnya harga makanan pokok tidak terlalu naik. Ketidak-puasan pelayanan pemerintah pada listrik dan bensin juga terjadi di Mubarak.
Perbedaan yang paling mendasar adalah Mursi membuka kebebasan pers. Membuka dadanya untuk diserang siang-malam. Zaman Mubarak tidak pernah terjadi seperti ini.
Sebab itu saya tidak yakin kritik-kritik yang membuat rakyat marah akan gejala ekonomi akan diselesaikan Rezim Kudeta Militer ini. Menhan yang menjadi aktor kunci kudeta ini tidak pernah terdengar apa peranannya di rezim Mubarak. Dia dibesarkan oleh Mursi. Pimpinan militer era Mubarak orang tua semua. Dan mereka diganti oleh Mursi sebab pernah terlibat usaha pengkhianatan. Oposisi dan militer sudah pernah berkuasa satu setengah tahun pasca terguling nya Mubarak. Dan mereka gagal juga membawa perbaikan.
Mursi sendiri agaknya tidak 100% percaya dengan Menhan. Sebab itu tidak diberi gelar Musyiir, (marsekal). Bagaimana Mursi harus percaya, sedang 60 tahun masa pemerintahan militer (dimulai Jamal Abdul Nasher), mereka didoktrin berhadapan dengan IM.
Selama menjabat presiden, Mursi berusaha memperkuat militer. Bagaimana tidak, Mesir berbatasan dengan Israel yang siap menerkam. Maka salah satu alasan Mursi pergi ke Rusia untuk mengadakan kerjasama di bidang kemiliteran, senjata serta nuklir untuk listrik.
Salah satu jasa terbesar dan terdekat Menhan selama menjabat bersama Mursi adalah pembebasan prajurit yang disekap di Sinai. Pembebasan sukses luar biasa sebab tanpa darah yang terkucur. Itu perintah Mursi. Agaknya, Menhan besar kepala setelahnya.
Menurut surat kabar Shorouk Mesir tanggal 1 Juli, sejatinya ultimatum Menhan 48 jam itu diumumkan pada tanggal 30 Juni. 48 jam dari 30 Juni adalah hari Selasa sore, batas yang sama yang diberikan At-Tamarrud untuk Mursi mundur. Namun ultimatum itu akhirnya diumumkan pada tanggal 1 Juli. Meleset sehari dari batas waktu At-Tamarrud. Sebab meleset sehari itulah pendukung Mursi husnudzan tidak akan ada kudeta. Mereka pikir Menhan berusaha meredam suasana.
Terlebih 4 jam setelah pernyataan Menhan (ultimatum 48 jam) disusul keterangan jubir militer, ” Kudeta bukan ideologi militer Mesir.” Tapi agak nya pesan jubir itu bukan diarahkan kepada pendukung Mursi tapi kepada dunia internasional yang telah mengartikan pernyataan Menhan adalah kudeta. Dan kudeta tidak menguntungkan secara politis. Lebih fokus lagi pesan jubir militer ditujukan kepada AS yang meminta Mursi memenuhi suara rakyat. Tetapi dengan syarat tidak lewat kudeta
Namun Mursi tidak kalah gesit, lewat jubir kepresidenan ia mengirim sinyal kepada dunia international bahwa pernyataan Menhan tidak lewat jalur presiden. Jelas, pernyataan Menhan yang tidak lewat sensor presiden, selaku Panglima Tertinggi Militer adalah pengkhianatan. Kudeta.
Saya ingin kembali tekankan bahwa Menhan bukan orang besar. Jika kemudian dia berani mengudeta pemerintahan sah, maka ada dua tafsiran nya:
A. Menhan adalah bagian dari ‘Ergenekon’ negara dalam negara.B. Ada dukungan dari negara tetangga, dan ini sudah disinggung Mursi sebelumnya
Akibat dari Menhan bukan jenderal kharismatik semacam Jamal Abdul Nasher, saat ini muncul friksi di tubuh militer terkait kudeta ini. Dan ketika karya pertama kudeta ini adalah totalitarianisme dengan menutup stasiun TV serta menangkap tokoh politik, maka saya tidak tahu apa yang akan terjadi hari ini?
Kudeta membangunkan sisi konservatif dan membentuk friksi di tubuh militer. Maka prediksi saya akan ada gerakan perlawanan (semoga secara damai), sebab akar revolusi 25 Januari adalah tiranisme bukan kelaparan.(har/rf/snm)
Redaktur: Saiful BahriSumber:
http://www.dakwatuna.com/2013/07/04/36208/mengupas-kronologi-kudeta-militer-atas-presiden-mesir/#ixzz2YB6wGIdX
Tidak ada komentar:
Posting Komentar