Jumat, 30 November 2018

Manuver Lee Shien Loong

By Zeng Wei Jian


Setiap hari, Surveyor Denny JA produksi meme. Pagi ini sudah dua meme dia sebar. Soal ganti-presiden, dia berkata, "Kecil Kemungkinannya. Kecuali ekonomi turun drastis atau Jokowi-Maruf membuat blunder besar". 

Sebelumnya, saya baca risalah pengamat briliant Harsubeno Arief dari PKS. 
Dia yakin Singapura beri sinyal positif pergantian rezim. Pasca pertemuan Pa Prabowo dengan PM Lee Shien Loong dan 500 CEO Global. Memang, dilihat dari kacamata politik, manuver PM Lee agak keterlaluan. Berani sekali. Pertemuan dengan pemimpin oposisi bisa menegangkan hubungan bilateral. 

Pertemuan macam ini ga beda dengan Presiden Bush 43 mengundang HH Dalai Lama Ke Washington yang membuat marah Beijing. Namun, menurut Presiden Franklin D. Roosevelt, "In politics, nothing happens by accident. If it happens, you can bet it was planned that way."

Sulit dibayangkan Singapore bertindak seperti ini di era Pa Harto dan PM Lee Kuan Yew berkuasa. Today, Indonesia berada di titik nadir dalam sejarahnya. Singapore berkepentingan atas stabilitas Indonesia. Berdasarkan teori "Regional security complex theory (RSCT)" yang dirilis Barry Buzan dan Ole Waever pada tahun 2003, semua negara ASEAN berkepentingan satu sama lain. 

Politik kontroversi Joko diperhatikan semua negara. Intel-intel mereka, and their best brains, mengamati Indonesia 24 jam sehari. Joko's offensive Tactic "all-out charm" hanya sanggup membiaskan persepsi rakyat di gunung-gunung dan hutan yang jauh dari akses informasi. 

Dunia tau, Ahok's gate di era Joko triger aksi massa jutaan mujahid menuntut keadilan. Ahok is very bad for business. Survei Denny JA hanya untuk konsumsi domestik. World leaders won't buy LSI survey results. Joko-office's Image as a Competitive Strategy is very bad. 

Pastinya, Mr Lee tau Rezim Jokowi bersifat "Collective collegial" atau dalam bahasa Komunis Rusia disebut "kollektivnoye rukovodstvo". Di China, Deng Xiao Ping memulai sistem ini. Jiang Zemin mengukuhkan diri sebagai figur "first among equals". Mr Xi Jin Ping menganulir sistem kolegial dengan menghapus pembatasan masa jabatannya. Collective collegial diadopsi partai-partai ecosocialist macam Green Party of England and Wales. 

Nah, di balik Rezim Joko ada semacam pseudo "kollektivnoye rukovodstvo" itu. Sekali pun prinsip dan interestnya beda. Megawati Sukarnoputri berperan sebagai "Primus inter pares" di antara JK, LBP, Hendro, Wir, Imin, Paloh, Romi dan Grace Natalie. Pemerintahan semacam ini tidak efektif dan efisien. Kegaduhan dan devided nation outputnya. 

Awalnya, dunia melirik "Booming-Jokowi". Seorang politisi baru yang sederhana, masuk got dan tidak terlibat hutang sejarah. Setelah empat tahun berkuasa, selain Ahok chaotic dispute, ekonomi merayap seperti keong sawah yang dianjurkan dimakan oleh seorang menteri Jokowi. "Korupsi seperti kanker stadium 4," kata Pa Prabowo. 

Solusi "injected-islamophobia" mengkuatirkan. Strategy itu dijalankan di tengah masyarakat mayoritas muslim. That's very dangerous. Salah langkah sedikit, kejadian tahun 65 atau 98 bisa terulang. Negara ASEAN kena imbasnya. Wajar bila mereka berkata, "Joko, that's enough".

THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts