(islammemo) dakwatuna.com – London. Pengadilan Inggris untuk pertama kalinya mengakui eksistensi Hukum Syariah di seluruh wilayah Britania. Hal ini merupakan sejarah baru dimana hukum pernikahan dan perceraian secara Islam dapat diterapkan.
Pengadilan Tinggi memutuskan bahwa seorang istri dapat mengklaim aset suami meskipun pernikahan mereka digelar secara Islami. Pernikahan secara Islam tidak diakui sebelumnya di Inggris. Pasangan suami istri dianggap sah jika melangsungkan pernikahan berdasarkan hukum perkawinan yang berlaku di Inggris.
Perdebatan itu muncul setelah Nasreen Akhter menggugat cerai suaminya, Mohammed Shabaz Khan. Khan berusaha menghalangi langkah istrinya dengan dalih bahwa pernikahan mereka digelar tidak dengan hukum legal, melainkan hanya dengan Hukum Syariah.
Namun putusan Pengadilan Tinggi menganggap pasangan itu sah sebagai suami istri. Pernikahan mereka sah dan diakui karena punya harapan yang sejalan dengan kontrak perkawinan yang berlaku di Inggris.
Akhter dan Khan menikah dalam sebuah upacara berdasarkan Hukum Syariah di sebuah restoran di barat London tahun 1998 silam. Menurut Akhter, pernikahan dihadiri 150 orang tamu dan dipimpin seorang Imam.
Khan (46) berencana memblokir gugatan cerai yang dilayangkan oleh istrinya, Akhter. Ia berdalih, pernikahan mereka tidak digelar dengan Hukum Perkawinan yang berlaku di Inggris.
Namun sebaliknya, Akhter (46) bersikukuh bahwa pernikahan secara Islami adalah sah, sama seperti gugatan cerai yang dilayangkannya.
Justice Williams menganalisis perselisihan pasangan tersebut dalam sidang baru-baru ini di Divisi Keluarga Pengadilan Tinggi di London. Ia mengumumkan keputusannya secara tertulis.
Pengakuan terhadap pernikahan secara Islami ini membuka jalan bagi para wanita dalam hal menggugat cerai suami dan membagi aset mereka.
Sebuah laporan awal tahun ini, yang ditugaskan oleh Theresa May yang kala itu menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri mengatakan, banyak wanita dalam pernikahan Islam menyadari bahwa mereka tidak memiliki perlindungan hukum di Inggris. Kecuali mereka memiliki pernikahan sipil kedua.
Hazel Wright, mitra dalam tim hukum keluarga di Hunters Solicitors mengatakan: “Undang-undang tentang kohabitasi di negara ini sudah ketinggalan zaman dan tidak memuaskan.” (whc/dakwatuna)
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar