Selasa, 27 April 2010

Teguran Allah kepada Musa

Kisah Musa dan Khidr dituturkan oleh Al-Qur'an dalam Surah Al-Kahfi ayat 65-82. Menurut Ibnu Abbas, Ubay bin Ka'ab menceritakan bahwa beliau mendengar Nabi Muhammad bersabda: “Sesungguhnya pada suatu hari, Musa berdiri di khalayak Bani Israil lalu beliau ditanya, “Siapakah orang yang paling berilmu ?” Jawab Nabi Musa, “Aku”
Lalu Allah menegur Nabi Musa dengan firman-Nya, “Sesungguhnya di sisi-Ku ada seorang hamba yang berada di pertemuan dua lautan dan dia lebih berilmu daripada kamu.”
Lantas Musa pun bertanya, “Wahai Rabbku, dimanakah aku dapat menemuinya?” Allah pun berfirman, “Bawalah bersama-sama kamu seekor ikan di dalam sangkar dan sekiranya ikan tersebut hilang, di situlah kamu akan bertemu dengan hamba-Ku itu.” Sesungguhnya teguran Allah itu mencetuskan keinginan yang kuat dalam diri Nabi Musa untuk menemui hamba yang shalih itu. Di samping itu, Nabi Musa juga ingin sekali mempelajari ilmu dari Hamba Allah tersebut. Kemudian Musa menunaikan perintah Allah itu dengan membawa ikan di dalam wadah dan berangkat bersama pembantu sekaligus muridnya, Yusya bin Nun.
Mereka berdua sampai di sebuah batu dan beristirahat sejenak setelah menempuh perjalanan cukup jauh. Ikan yang mereka bawa di dalam wadah tiba-tiba meronta-ronta dan jatuh ke air. Allah SWT membuatkan aliran air untuk memudahkan ikan sampai ke laut. Yusya` tertegun memperhatikan kebesaran Allah ketika menghidupkan ikan yang telah mati itu. Setelah menyaksikan peristiwa yang menakjubkan dan luar biasa itu, Yusya' tertidur. Ketika terjaga, beliau lupa untuk menceritakannya kepada Musa.
Mereka kemudiannya meneruskan lagi perjalanan siang dan malamnya dan pada keesokan paginya. Nabi Musa berkata kepada Yusya` “Bawalah ke mari makanan kita, sesungguhnya kita telah letih karena perjalanan ini.” (Surah Al-Kahfi : 62)     ”
Ibn `Abbas berkata, “Nabi Musa sebenarnya tidak letih sampai bertemu dengan hamba Allah yang lebih berilmu itu.”
Yusya’ berkata kepada Nabi Musa, “Tahukah guru bahwa ketika mencari tempat berlindung di batu tadi, aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan yang membuat aku lupa untuk menceritakannya tidak lain adalah syaitan. Ikan itu masuk ke dalam laut dengan cara yang amat aneh.” (Surah Al-Kahfi : 63) ”. Musa segera teringat sesuatu, bahwa mereka telah menemukan tempat pertemuan dengan hamba Allah yang sedang dicarinya. Musa berkata, “Itulah tempat yang kita cari.” Lalu, mereka berbalik arah ke batu tempat persinggahan mereka sebelumnya, yaitu tempat bertemunya dua buah lautan.  (Surah Al-Kahfi : 64)”
Terdapat banyak pendapat tentang tempat pertemuan Musa dengan Khidir. Ada yang mengatakan bahawa tempat tersebut adalah pertemuan Laut Romawi dengan Parsia yaitu bertemunya Laut Merah dengan Samudra Hindia. Pendapat yang lain mengatakan di tempat pertemuan antara Laut Roma dan Lautan Atlantik. Di samping itu, ada juga yang mengatakan terletak di Ras Muhammad yaitu antara Teluk Suez dengan Teluk Aqabah di Laut Merah.
Persyaratan belajar
Sampai tempat tujuan, mereka melihat seorang hamba Allah yang berjubah putih bersih. Nabi Musa pun mengucapkan salam kepadanya. Khidir menjawab salamnya dan bertanya, “Dari mana datangnya kesejahteraan di bumi yang tidak mempunyai kesejahteraan ? Siapakah kamu” Jawab Musa, “Aku adalah Musa.” Khidir bertanya lagi, “Musa dari Bani Isra’il ?” Nabi Musa menjawab, “Ya. Aku datang menemui tuan supaya tuan dapat mengajarkan sebagian ilmu dan kebijaksanaan yang telah diajarkan kepada tuan.” Khidir menegaskan, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup bersabar bersama-samaku.” (Surah Al-Kahfi : 67) “Wahai Musa, sesungguhnya ilmu yang kumiliki ini sebahagian daripada ilmu karunia dari Allah yang diajarkan kepadaku tetapi tidak diajarkan kepadamu wahai Musa. Kamu juga memiliki ilmu yang diajarkan kepadamu yang tidak kuketahuinya.”
Nabi Musa berkata, “Insya Allah tuan akan mendapati diriku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan menentang tuan dalam sesuatu urusan pun. (Surah Al-Kahfi : 69). Dia (Khidir) selanjutnya mengingatkan, “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatupun sehingga aku sendiri menerangkannya kepadamu. (Surah Al-Kahfi : 70)
Perjalanan Khidr dan Musa
Selanjutnya Musa mengikuti Khidir dan terjadilah beberapa peristiwa untuk menguji Nabi Musa yang telah berjanji tidak akan bertanya tentang tindakan yang diambil oleh Nabi Khidir. Setiap tindakan Nabi Khidir a.s. itu dianggap aneh dan membuat Nabi Musa terperanjat.
Kejadian pertama pada saat Nabi Khidir menghancurkan perahu yang mereka tumpangi bersama. Nabi Musa tidak sabar menahan diri dan  bertanya kepada Nabi Khidir. Nabi Khidir mengingatkan janjinya. Nabi Musa minta maaf karena kalancangannya sehingga mengingkari janjinya dirinya sendiri. Nabi Musa kembali berjanji untuk tidak bertanya terhadap setiap tindakan Nabi Khidir.
Setelah sampai di suatu daratan, Nabi Khidir membunuh seorang anak yang sedang bermain dengan kawan-kawannnya. Peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Nabi Khidir tersebut membuat Nabi Musa tak sabar untuk menanyakan hal tersebut kepada Nabi Khidir. Nabi Khidir kembali mengingatkan janjimya. Dan beliau kembali berjanji dan diberi kesempatan terakhir untuk tidak bertanya-tanya terhadap segala sesuatu yang dilakukan oleh Nabi Khidir, jika masih bertanya lagi maka Nabi Musa harus rela untuk tidak mengikuti perjalanan bersama Nabi Khidir.
Perjalanan dilanjutkan hingga sampai di suatu wilayah perumahan. Mereka kelelahan dan hendak meminta bantuan kepada penduduk sekitar. Namun sikap penduduk sekitar tidak bersahabat dan tidak mau menerima kehadiran mereka. Nabi Musa merasa kesal kepada penduduk itu. Tapi, Nabi Khidir malah menyuruh Nabi Musa untuk bersama-sama memperbaiki tembok suatu rumah yang rusak di daerah tersebut. Nabi Musa tidak sabar dan  kembali menanyaan sikap Nabi Khidir ini.
Akhirnya Nabi Khidir menegaskan bahwa beliau tidak dapat menerima Nabi Musa sebagai muridnya dan Nabi Musa tidak diperkenankan melanjutkan perjalannya bersama Nabi Khidir.
Selanjutnya Nabi Khidir menjelaskan alasan beliau melakukan hal-hal yang membuat Nabi Musa tidak sabar dan selalu bertanya.
Kejadian pertama, Nabi Khidir menghancurkan perahu yang mereka tumpangi karena perahu itu milik oleh seorang nelayan yang miskin dan di daerah itu tinggal seorang raja yang suka merampas perahu milik rakyatnya.
Kejadian kedua, Nabi Khidir membunuh seorang anak karena kedua orang tuanya adalah pasangan yang beriman dan jika anak ini menjadi dewasa dapat mendorong bapak dan ibunya menjadi orang yang sesat dan kufur. Kematian anak ini digantikan dengan anak yang shalih dan lebih mengasihi kedua bapak-ibunya hingga ke anak cucunya.
Kejadian ketiga (terakhir), Nabi Khidir menjelaskan bahwa rumah yang dindingnya diperbaiki itu adalah milik dua orang kakak beradik yatim yang tinggal di kota tersebut. Di dalam rumah tersebut tersimpan harta benda untuk mereka berdua. Ayah kedua kakak beradik ini telah meninggal dunia dan merupakan seorang yang shalih. Jika tembok rumah tersebut runtuh, maka bisa dipastikan bahwa harta yang tersimpan tersebut akan ditemukan oleh orang-orang di kota itu yang sebagian besar masih menyembah berhala, sedangkan kedua kakak beradik tersebut masih cukup kecil untuk dapat mengelola peninggalan harta ayahnya. Dipercaya tempat tersebut berada di negeri Antakya, Turki.
Akhirnya Nabi Musa as. sadar hikmah dari setiap perbuatan yang telah dikerjakan Nabi Khidir. Akhirnya Nabi Musa mengerti dan merasa bersyukur karena telah dipertemukan oleh Allah dengan seorang hamba Allah yang shalih yang dapat mengajarkan kepadanya ilmu yang tidak dapat dituntut atau dipelajari yaitu ilmu ladunni. Ilmu ini diberikan oleh Allah SWT kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Nabi Khidir yang bertindak sebagai seorang guru banyak memberikan nasihat dan menyampaikan ilmu seperti yang diminta oleh Nabi Musa dan Nabi Musa menerima nasihat tersebut dengan penuh rasa gembira.
Saat mereka di dalam perahu yang ditumpangi, datanglah seekor burung lalu hinggap di ujung perahu itu. Burung itu meneguk air dengan paruhnya, lalu Nabi Khidir berkata, “Ilmuku dan ilmumu tidak berbanding dengan ilmu Allah, Ilmu Allah tidak akan pernah berkurang seperti air laut ini karena diteguk sedikit airnya oleh burung ini.”
Sebelum berpisah, Khidir berpesan kepada Musa: “Jadilah kamu seorang yang tersenyum dan bukan orang yang tertawa. Teruskanlah berdakwah dan janganlah berjalan tanpa tujuan. Janganlah pula apabila kamu melakukan kekhilafan, berputus asa dengan kekhilafan yang telah dilakukan itu. Menangislah disebabkan kekhilafan yang kamu lakukan, wahai Ibnu `Imran.”
Hikmah kisah Khidir
Dari kisah Khidir ini kita dapat mengambil pelajaran penting.
Hikmah petama adalah Ilmu merupakan karunia Allah SWT, tidak ada seorang manusia pun yang boleh mengklaim bahwa dirinya lebih berilmu dibanding yang lainnya. Hal ini dikarenakan ada ilmu yang merupakan anugrah dari Allah SWT yang diberikan kepada seseorang tanpa harus mempelajarinya (Ilmu Ladunni, yaitu ilmu yang dikhususkan bagi hamba-hamba Allah yang shalih dan terpilih)
Hikmah yang kedua adalah kita perlu bersabar dan tidak terburu-buru untuk mendapatkan kebijaksanaan dari setiap peristiwa yang dialami.
Hikmah ketiga adalah setiap murid harus memelihara adab dengan gurunya. Setiap murid harus bersedia mendengar penjelasan seorang guru dari awal hingga akhir sebelum nantinya dapat bertindak diluar perintah dari guru. Kisah Nabi Khidir ini juga menunjukan bahwa Islam memberikan kedudukan yang sangat istimewa kepada guru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts